Studi Kasus Tentang Penistaan Agama
Assalamualaikum Wr.Wb
Heiii sobat blogger, postingan kali ini saya mau membuat studi kasus tentang penistaan agama yang tahun lalu ramai dibicarakan. Okee langsung aja yaa....
Dilansir dari laman : https://www.merdeka.com/peristiwa/kasus-penistaan-agama-oleh-ahok-hingga-dibui-2-tahun.html
Mungkin cukup sekian yang saya sampaikan, mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Heiii sobat blogger, postingan kali ini saya mau membuat studi kasus tentang penistaan agama yang tahun lalu ramai dibicarakan. Okee langsung aja yaa....
Merdeka.com
- Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) divonis dua tahun penjara atas kasus penistaan agama, Selasa
(9/5) lalu. Kini Ahok masih mendekam di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.
Kasus yang menyeret Ahok bermula ketika mantan politikus Golkar dan
Gerindra ini melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan
Seribu, Jakarta, pada 27 September 2016
lalu. Di sana, dia menggelar dialog dengan masyarakat setempat, sekaligus
menebar 4.000 benih ikan.
Dalam video resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Youtube, Ahok
meminta warga tidak khawatir terhadap kebijakan yang diambil pemerintahannya
jika dia tak terpilih kembali. Namun, dia menyisipkan Surah Al Maidah ayat 51.
Rupanya, kalimat yang disampaikannya menuai polemik. Semua media online
bernama MediaNKRI menyebarkan video tersebut melalui media sosial. Hal itu juga
memantik perhatian seorang dosen, Buni Yani.
Buni lantas men-download video tersebut, menerjemahkannya dan mengunggahnya
kembali lewat akun Facebook miliknya. Unggahan Budi Yani lantas menjadi
viral dan dia jadi tersangka memantik permusuhan bernuansa suku, agama, dan
ras.
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan video Ahok yang
menyinggung surah Al-Maidah 51 saat berbicara di Pulau Seribu adalah penistaan
agama. Setelah melakukan kajian, MUI menyebut ucapan Ahok memiliki konsekuensi
hukum.
Fatwa MUI itu membuat sejumlah umat Muslim juga melaporkan Ahok ke polisi.
Mereka menganggap Ahok telah melakukan penistaan agama melalui kata-katanya.
Salah satunya Front Pembela Islam (FPI).
Di bawah kepemimpinan Muhammad Rizieq Syihab, FPI menjadi garda terdepan
untuk meminta aparat kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut. Mereka
menggelar demo di depan Balai Kota DKI Jakarta pada 14 Oktober 2016 lalu.
Merasa tidak ditanggapi, mereka lantas mengumumkan akan menggelar Demo
lanjutan, aksi ini diberi nama Demo Bela Islam
jilid II, yang digelar 4 November 2016 lalu.
Demo pun digelar, masyarakat memenuhi jalan protokol di pusat pemerintahan.
Seputar jalan Medan Merdeka, hingga MH Thamrin dipenuhi lautan manusia.
Para pendemo mendesak agar Presiden Jokowi hadir dan menemui mereka, namun
hingga malam permintaan itu tak dipenuhi. Sayangnya, aksi damai yang
berlangsung pada siang harinya dirusak dengan kericuhan di depan Istana. Polisi
dan pendemo terlibat bentrokan fisik, mulai dari lemparan batu, botol hingga
dibalas dengan tembakan gas air mata.
Melihat aksi mulai berlangsung anarkis, Jokowi kembali ke Istana jelang
tengah malam. Dia menggelar rapat terbatas secara mendadak. Lewat tengah malam,
dia meminta rakyat agar tenang dan tetap beraktivitas.
Di hari yang sama, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengumumkan gelar
perkara akan dilakukan secara terbuka. Kebijakan itu diambil berdasarkan
permintaan Jokowi. Gelar perkara pun dilaksanakan Selasa (15/11). Semua pihak
dipanggil, termasuk anggota DPR. Dimulai pukul 09.15 WIB, gelar perkara resmi
ditutup pukul 20.30 WIB.
Esok harinya, Bareskrim Polri meningkatkan status kasus dugaan penistaan
agama dari penyelidikan menjadi penyidikan. Penyidik juga menetapkan Gubernur
non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka.
Kehebohan kasus Ahok tak sampai di situ. Usai ditetapkan sebagai tersangka,
sejumlah eleman masyarakat yang mengatasnamakan Gerakan Pengawal Fatwa Majelis
Ulama Indonesia (GNPF-MUI) mendesak kasus Ahok segera disidangkan.
Aksi ini berlanjut dengan Aksi Bela Islam Jilid 2 yang digelar 2 Desember
2017 atau disebut 212. Inilah aksi terbesar selama ini dengan pengikut mencapai
jutaan orang. Demo berikutnya masih digelar hingga Aksi 505 yang digelar Sabtu,
(5/5) kemarin.
Kasus dugaan penistaan agama ini membuat perolehan suara Ahok- Djarot
amblas. Pada putaran kedua, Anies Baswedan- Sandiaga Uno berhasil memenangkan
Pilkada DKI Jakarta.
Sidang kasus Ahok berlangsung lebih dari 20 kali. Mengundang berbagai macam
ahli, mulai ahli komunikasi sampai ahli agama.
Pada sidang ke-21 yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara di
Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, ini dipimpin Ketua Majelis Hakim
Dwiarso Budi Santiarto. Ahok divonis lebih berat dari tuntutan. Dalam
penuntutan, Ahok dituntut jaksa satu tahun penjara dengan dua tahun percobaan.
"Terbukti secara sah melakukan tindak pidana penodaan agama, penjara 2
tahun," kata Dwiarso, Selasa (9/5).
Ahok sempat menyatakan akan banding, namun urung dilakukan. Ahok malah
menyatakan mundur dari jabatan Gubernur DKI. Permohonan pengunduran diri
tersebut telah ditandatangani mantan Bupati Belitung Timur itu tertanggal 23
Mei 2017.
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono mengatakan, Basuki
atau akrab disapa Ahok itu langsung
mengirimkan surat pengunduran diri kepada Presiden Joko Widodo.
"Sudah, surat dari Pak Ahok ke Presiden
langsung dengan tembusan ke Pak Mendagri," katanya saat dihubungi di
Jakarta, Rabu (24/5). [ded]
Dari contoh kasus diatas kita tahu bahwa pokok permasalahannya adalah penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahja Purnama yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Penyebabnya adalah ketika Basuki Tjahja Purnama atau yang akrab di panggil Ahok ini melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu, pada saat beliau menggelar dialog dengan masyarakat perihal kebijakan yang diambil pemerintahannya jika tak terpilih kembali. ia menyisipkan Surah Al-Maidah ayat 51, yang artinya "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu)...". Rupanya kalimat yang dikatakan oleh Ahok menuai polemik, hingga semua media online yang salah satunya MediaNKRI menyebarkan via media sosial. Hal itu juga menarik perhatian seorang dosen, Buni Yani. Buni lantas mendownload video tersebut lalu diedit, diterjemahkan dan diupload kembali melalui akun Facebook miliknya.
Tak disangka video tersebut viral dan berakibat pada dijadikannya Buni sebagai tersangka pemicu permusuhan antar suku, ras dan agama. Demo pun mucul setelah MUI menyatakan bahwa kasus ini adalah penistaan agama. Demo digelar (salah satunya ormas FPI) dan diberi nama Aksi Bela Islam. Karena tuntutan tak dipenuhi, maka bersambung ke demo yang diberi nama Aksi Bela Islam Jilid II.
Solusi yang dilakukan pemerintah untuk meredam amarah masyarakat adalah dengan menjatuhkan vonis hukuma untuk Ahok 1 tahun kurungan dan 2 tahun masa percobaan. Vonis dijatuhkan setelah melalui penyelidikan, penyidikan dan beberapa kali sidang.
Tak disangka video tersebut viral dan berakibat pada dijadikannya Buni sebagai tersangka pemicu permusuhan antar suku, ras dan agama. Demo pun mucul setelah MUI menyatakan bahwa kasus ini adalah penistaan agama. Demo digelar (salah satunya ormas FPI) dan diberi nama Aksi Bela Islam. Karena tuntutan tak dipenuhi, maka bersambung ke demo yang diberi nama Aksi Bela Islam Jilid II.
Solusi yang dilakukan pemerintah untuk meredam amarah masyarakat adalah dengan menjatuhkan vonis hukuma untuk Ahok 1 tahun kurungan dan 2 tahun masa percobaan. Vonis dijatuhkan setelah melalui penyelidikan, penyidikan dan beberapa kali sidang.
Mungkin cukup sekian yang saya sampaikan, mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Komentar
Posting Komentar